Selasa, 29 Desember 2015

Keutamaan Membaca Shalawat Kepada Nabi SAW.

Salah satu indikasi dari kecintaan orang-orang beriman kepada Baginda Nabi Muhammad SAW adalah mereka senang membaca shalawat kepada Nabi Saw. Selain karena rasa cinta kepada Nabi Saw, membaca shalawat untuk Nabi Saw adalah perintah Allah kepada Orang-orang beriman, di manaAllah sendiri melakukan juga malaikat-NYA.
Hal tersebut ditegaskan dalam Al-Qur’an surah al-Ahzab ayat 56:

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya dengan penuh penghormatan".

Dari Anas bin malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:





“Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)”

Indahnya mengidolakan Nabi dan orang-orang yang diridhai 

Allah Ta’ala.
Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bercerita: “Pernah seorang lelaki datang menenmui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu dia bertanya: “Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat?”, beliau bersabda: “Apa yang kamu telah siapkan untuk hari kiamat”, orang tersebut menjawab: “Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya”, beliau bersabda:“Sesungguhnya kamu bersama yang engkau cintai”, Anas berkata: “Kami tidak pernah gembira setelah masuk Islam lebih gembira disebabkan sabda nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam “Sesungguhnya kamu bersama yang engkau cintai, maka aku mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar dan Umar, dan berharap aku bersama mereka meskipun aku tidak beramal seperti amalan mereka.” (HR. Muslim)
Dan tidaklah sepatutnya kaum muslim mengidolakan seorang yang sebenarnya tidak pantas untuk diidolakan, baik karena akidahnya yang buruk yang dipenuhi dengan syirik, ibadahnya yang buruk yang dipenuhi dengan bid’ah, pergaulannya yang buruk atau tingkahlakunya yang buruk.

Sebenarnya mreka menyeasal kelak di Hari Pembalasan karena mengidolakan seorang yang sebenarnya tidak pantas untuk diidolakan!!!

Hal tersebut diterangkan dlm Al-Qur'an surat Al-Ahzab: 66-67:

Artinya: “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: Alangkah baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. Dan mereka berkata: “Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (QS. Al Ahzab: 66-67)

Pengertian Riya' Dan Pahala Bagi Mereka Yang Beramal Sholeh

SUNGGUH SANGAT BESAR keutamaan orang yang menyembunyikan amalan shalihnya. namun ketika seseorang SUDAH BERUSAHA MENYEMBUNYIKAN amalan shalihnya, akan tetapi ‘KEPERGOK’ orang (baik terlihat atau terdengar), maka JANGANLAH ia MEMBATALKAN AMALnya, akan tetapi hendaknya ia tetap mengikhlashkan amalnya.

Alangkah indahnya perkataan imam al-fudhail bin iyadh dalam menjelaskan riya’ :

“Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya` sedangkan beramal karena manusia adalah kesyirikan, adapun yang namanya ikhlash adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.”

Maksud beliau adalah apabila ada seseorang meninggalkan amal kebaikan karena takut riya` seperti dia tidak mau shalat sunnah karena takut riya’, berarti dia sudah terjatuh pada riya` itu sendiri.

Yang seharusnya dia lakukan adalah tetap melaksanakan shalat sunnah walaupun di sekitarnya ada orang dengan tetap berusaha untuk ikhlash dalam amalnya tersebut.

[Lihat: Tazkiyyatun Nufuus, karya Ibnu Rajab, Ibnul Qayyim dan Abu Hamid, hal.17, dengan beberapa perubahan. baca: ikhlash dalam beramal]

Menyembunyikan amalan dan menampakkan amalan, keduanya adalah suatu kebaikan selama seseroang mengikhlashkan niatnya

Kita perlu mengingat, bahwa Allah berfirman:

الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُم بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari, secara tersembunyi maupun TERANG-TERANGAN, maka mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

(Al-Baqara: 274)

Demikian juga dengan firmanNya:

إِن تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ

Jika kamu MENAMPAKKAN sedekah(mu), maka itu adalah BAIK.

وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ

Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu LEBIH BAIK BAGIMU.

(Al-Baqara: 271)

Maka keduanya adalah KEBAIKAN, akan tetapi, yang satu LEBIH UTAMA daripada yang lain, SELAMA ia melakukan IKHLASH karena Allah, dan menjaga dirinya dari tujuan duniawi.

Keutamaan menyembunyikan amalan shalih

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ

“Orang yang mengeraskan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang terang-terangan dalam bersedekah. Orang yang melirihkan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang sembunyi-sembunyi dalam bersedekah.”

[HR. Abu Daud no. 1333 dan At Tirmidzi no. 2919, dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al Juhaniy. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.]

Setelah menyebutkan hadits di atas, At Tirmidzi mengatakan,

“Hadits ini bermakna bahwa melirihkan bacaan Qur’an itu lebih utama daripada mengeraskannya karena sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih utama dari sedekah yang terang-terangan sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama. Mereka memaknakan demikian agar supaya setiap orang terhindar dari ujub. Seseorang yang menyembunyikan amalan tentu saja lebih mudah terhindar dari ujub daripada orang yang terang-terangan dalam beramal.”

(dinukil dari rumaysho.com)

Bahkan keutamaannya sangat besar, Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ

“Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi dengan naungan-Nya, pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.

وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمُ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ

(diantaranya) …dan seorang yang bersedekah lalu ia menyembunyikannya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya…”

‎وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

dan Seseorang yang berdzikir kepada Allah secara menyendiri, lalu air matanya berlinang.

[Riwayat al-Bukhari dalam Shahīh-nya I/234/629 dan Muslim dalam Shahīh-nya II/715/1031.]

Ibnu Rojab Al-Hanbali berkata,

“Sikap ini merupakan tanda kuatnya iman seseorang di mana cukup baginya bahwa Allah mengetahui amalannya (sehingga tidak butuh diketahui oleh orang lain-pen). Dan hal ini menunjukkan sikap menyelisihi hawa nafsu, karena hawa nafsu ingin agar dirinya memperlihatkan sedekahnya dan ingin dipuji oleh manusia. Oleh karenanya sikap menyembunyikan sedekah membutuhkan keimanan yang sangat kuat untuk melawan hawa nafsu”

(Fathul Baari 4/62)

Al-Hafizh Ibnu Hajr berkata:

– Disebutkan tangan kiri dengan tangan kanan karena tangan kiri sangat dekat dengan tangan kanan, dan dimana ada tangan kanan maka tangan kiri menyertainya.

Meskipun demikian, karena tangan kanan terlalu menyembunyikan sedekahnya hingga temannya yang paling dekat yaitu tangan kiri tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanan.

Lafal Nabi ini menunjukkan bentuk mubaalagoh (berlebih-lebihan) dalam menyembunyikan sedekahnya.

– Maksudnya yaitu hingga malaikat yang ada di kirinya tidak mengetahui apa yang telah ia sedekahkan

– Diantara bentuk pengamalan hadits ini yaitu jika seseorang ingin bersedekah kepada saudaranya pedagang yang miskin maka iapun membeli barang dagangan saudaranya tersebut (tanpa menawar harga barang tersebut) bahkan dengan harga jual yang tinggi atau untuk melariskan barang dagangan saudaranya tersebut.

– Maksud dari tangan kiri yaitu dirinya sendiri, artinya ia berinfaq dan menyembunyikan infaqnya sampai-sampai dirinya sendiri tidak tahu (lupa) dengan sedekah yang telah ia keluarkan.

[Fathul Baari (2/146)]

Yang kedua adalah seseorang yang berdzikir mengingat Allah tatkala ia bersendirian lantas iapun mengalirkan air matanya.

Ibnu Hajr menyebutkan dua penafsiran ulama tentang sabda Nabi خَالِيًا “bersendirian” yang kedua tafsiran tersebut menunjukan keikhlasan,

– Maksudnya ia berdzikir kepada Allah tatkala bersendirian dan jauh dari keramaian sehingga tidak ada seorangpun yang melihatnya. Ibnu Hajr berkata, “Karena ia dalam kondisi seperti ini lebih jauh dari riyaa”

(Fathul Baari 2/147)

– Maksudnya yaitu meskipun ia berdzikir di hadapan orang banyak dan dilihat oleh orang banyak akan tetapi hatinya seakan-akan bersendirian dengan Allah, yaitu hatinya kosong dari memperhatikan manusia, kosong dari memperhatikan pandangan dan penilaian manusia.

(Fathul Baari 2/147).

(dari artikel ustadz firanda)

juga keutamaan-keutamaan seperti:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صَلاَةُ الرَّجُلِ تَطَوُّعاً حَيْثُ لاَ يَرَاهُ النَّاسُ تَعْدِلُ صَلاَتَهُ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ خَمْساً وَعِشْرِيْنَ

“Sholat sunnahnya seseorang yang dikerjakan tanpa dilihat oleh manusia nilainya sebanding dengan dua puluh lima sholat sunnahnya yang dilihat oleh mata-mata manusia”

(HR Abu Ya’la dalam musnadnya dan dishahihkan oleh Albani dalam As-Shahihah pada penjelasan hadits no 3149)

Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda :

تَطَوُّعُ الرَّجُلِ فِي بَيْتِهِ يَزِيْدُ عَلَى تَطَوُّعِهِ عِنْدَ النَّاسِ، كَفَضْلِ صَلاَةِ الرَّجُلِ فِي جَمَاعَةٍ عَلَى صَلاَتِهِ وَحْدَهُ

“Sholat sunnahnya seseorang di rumahnya lebih bernilai dari pada sholat sunnahnya di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan sholat seseorang bersama jama’ah dibandingkan jika ia sholat munfarid (tidak berjamaah)”

(Hadits ini dishahihkan oleh Albani dalam as-Shahihah no 3149)

[dari artikel ustadz firanda]

Janganlah mencela orang yang terang-terangan beramal, karena ENGKAU TIDAK MENGETAHUI ISI HATINYA

dari Abu Mas’ud radhiyallahu ‘amnhu dia berkata;

“Setelah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kami untuk bersedekah, maka Abu Uqail bersedekah dengan satu sha’, dan datang seseorang dengan membawa lebih banyak dari itu, lalu orang-orang munafik berkata;

“Allah Azza Wa Jalla benar-benar tidak membutuhkan sedekah orang ini, orang ini tidak melakukannya kecuali dengan riya’. Lalu turun ayat:

{ الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ }

‘Orang-orang munafik itu yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekadar kesanggupannya.”

(Qs. At Taubah 9: 79).

(HR. An Nasaa-iy; Shahiih, dishahiihkan syaikh al-albaniy dalam shahiih an nasaa-iy; redaksi serupa juga ada dalam shahiih bukhariy)

Telah jelas juga firmanNya:

مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِن سَبِيلٍ

Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik.

(At-Tawbah: 91)

Rasulullah shållallåhu ‘alaihi wa sallam, bersabda

‎أَفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا

“Apakah engkau sudah membelah dadanya sehingga engkau tahu apakah hatinya berucap demikian atau tidak?”

(HR. Muslim)

Beliau shalallahu ‘alahi wasallam juga bersabda:

‎…إِنِّيْ لَمْ أُوْمَرْ ، أَنْ أُنَقِّبَ عَلَى قُلُوْبِ النَّاسِ ، وَلاَ أَشُقَّ بُطُوْنَهُمْ…

“Sesungguhnya aku tidak diperintah untuk menyelidiki (memeriksa) hati mereka dan tidak pula untuk membedah perut mereka”.

[HR Bukhari no. 4351, Muslim no. 1064 (144) dan Ahmad (III/4-5) dari Abu Said al Khudri Radhiyallahu ‘anhu].

‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Barangsiapa menampakkan kebaikan, kami akan mencintainya meskipun hatinya berbeda dengan itu. Dan orang yang menampakkan kejelekannya, kami akan membencinya meskipun ia mengaku bahwa hatinya baik”.

[dari artikel ustadz Yazid dalam majalah as-sunnah]

Maka hendaknya kita tidak bersifat seperti sifat kaum munafiqin, yang MENUDUH seseorang berbuat RIYA’ padahal ia TIDAK MENGETAHUI apa yang ada dalam dada orang yang dituduhnya!!

Setelah mengetahui hal diatas, maka kita, TIDAK BOLEH mencela seseorang yang beramal secara TERANG-TERANGAN, karena TELAH JELAS keutamaan orang yang melakukannya.

Bisa jadi, dia niatnya IKHLASH, dan ia berniat agar orang-orang menirunya, sehingga ia bisa menjadi PELOPOR kebaikan, sehingga karenanya orang termotivasi beramal sepertinya. Seperti; “orang yang berinfaq ditengah-tengah manusia”.

BAHKAN jika ia SAMPAI MENYEBUT AMALnya, maka ini tidak ada celaan. tidakkah kita mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى رَبِّكُمْ فَإِنِّي أَتُوبُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ كُلَّ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ

Wahai, sekalian manusia. Bertaubatlah kepada Allah, karena aku juga bertaubat kepada Allah sehari seratus kali.

(HR. Muslim)

Bukankah beliau diatas MENYEBUTKAN AMALANnya?!

Jika ada yang berkata: “tapi kita telah mengetahui, bahwa beliau adalah seorang yang ikhlash. sedangkan kita?!”

Maka dijawab: “benar, itu untuk PENERAPAN DIRI SENDIRI. akan tetapi untuk orang lain? apakah kita akan menghukuminya sebagaimana kita menghukumi diri kita sendiri? APAKAH KITA SUDAH MEMBEDAH HATINYA sehingga kita tahu bahwa ucapannya tersebut mengandung SUM’AH?!”

Maka, kita hendaknya BERPRASANGKA BAIK, kepada orang tersebut, akan tetapi SEMBARI MENGINGATKANNYA, agar ia bisa tetap menjaga keikhlashannya. dan juga MENDOAKANNYA agar ia tidak sum’ah dalam amalannnya. disamping itu kita pula MENGINGATKANNYA tentang keutamaan menyembunyikan amal yang mungkin belum diketahuinya.

Terlepas dari itu, bisa kita usulkan kepadanya,

“yaa Akhiy, menyebutkan atau mengajak kepada suatu amalan, tidak harus menyebutkan antum mengamalkan amalan tersebut (seperti ucapan ‘saya shalat malam lho. mari kita shalat malam’). karena menyembunyikan amalan itu lebih dekat dari keikhlashan dan menyebutkan amalan lebih dekat daripada ujub, sum’ah dan riya’; akan tetapi aku tidak menuduhmu riya’, sum’ah ataupun ujub”

BUKANKAH PERKATAAN tersebut LEBIH BAIK?!

Ingatlah Kita TIDAK MENGETAHUI isi hati seseorang, akan tetapi kita HANYA MENGHUKUMI secara zhahirnya saja. urusan hati, kita kembalikan kepada individu masing-masing.

Bagaimana jika seseorang yang telah berusaha menyembunyikan amalannya, namun ketahuan juga?!

Ketahuilah pula, dari Abu Hurairah dia berkata:

Seseorang berkata: Wahai Rasulullah ada seseorang yang berbuat suatu amal kemudian dia rahasiakan namun apabila diketahui oleh orang dia menjadi takjub karenanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:

لَهُ أَجْرَانِ أَجْرُ السِّرِّ وَأَجْرُ الْعَلَانِيَةِ

“Baginya dua pahala; pahala dia merahasiakan dan pahala dia menampakkan.”

(HR. at Tirmidziy, namun hadits ini dha-‘if)

at Tirmidziy berkata:

“Sebagian ahli ilmu menafsirkan hadits ini dan berkata: Apabila diketahui dan dia takjub karenanya maka itu artinya dia takjub dengan pujian baik orang-orang kepadanya, karena sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam:

أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ

‘Kalian adalah saksi-saksi Allah di bumi.’

–HR. Bukhariy dan Muslim–

Alhasil, pujian manusia terhadapnya, memang hanyalah sekedar untuk syahadat (persaksian manusia) yang diharapkan.

Adapun jika dia takjub agar orang orang tahu kebaikannya tersebut, dan supaya ia dihormati karenanya dan diagungkan karenanya, maka ini namanya riya’.

Dan sebagian ahli ilmu berpendapat jika diketahui amalnya oleh orang lalu dia takjub dengan harapan orang melakukan apa yang dia lakukan sehingga dia mendapatkan seperti pahala mereka, maka ini ada pendapat lain lagi.”

–selesai perkataan at tirmidziy–

Walaupun hadits diatas dha’iif, namun MAKNANYA BENAR, kita ketika dalam kondisi yang serupa, dapat mengharapkan pahala secara sembunyi-sembunyi dan juga pahala secara terang-terangan, dan tetap mengusahakan ikhlash dan tidak riya’ dalam kondisi tersebut.

Kita mengharapkan pahala sembunyi-sembunyi, karena kita telah mengusahakan amalan kita secara sembunyi-sembunyi. dan kita mengharapkan pahala terang-terangan, karena -bukan berdasarkan kemauan kita-, orang lain melihat/mendengar amalan kita. sehingga kita mengharapkan dua pahala dalam amalan kita tersebut.

Kita mengharapkan dua keutamaan ini BUKAN BERDASARKAN DALIL diatas, karena haditsnya DHAIF, tapi kita melihat dalil-dalil yang lain (yang telah dijelaskan diatas), yang dalil-dalil tersebut menjadi sandaran kita, bukan hadits diatas.

Maka, jika kita telah mengusahakan dari menyembunyikan amal, tapi kepergok (terlihat atau terdengar, bukan atas dasar kemauan kita); maka pertahankanlah keikhlashan, jauhilah ujub, riya’ dan sum’ah; dan harapkanlah DUA PAHALA, pahala sembunyi-sembunyi, dan pahala terang-terangan.

Semoga bermanfaat.

Rabu, 23 Desember 2015

KERAGUAN MULAI MENYERANG NURANI


KERAGUAN MULAI MENYERANG NURANI

Acap kali orng2 Kristian t'rkesan egois ketika keraguan mulai menyerang nurani mereka. Bahkan enggan mnyerah bgitu sja dalam mmperjuagkan misi penyebaran agama mereka,


Dan pasti Anda  ingin brtanya kpada mreka, mengpa mreka tidaklah berfikir di manakah kebenaran agama mreka yg dsebut agama Kristian itu?

Skarang cobalah anda fikirkan apakah logis pemikiran sbgimna ajaaran Kristian menekankan bahawa Allah itu terdiri dari tiga oknum, yiaitu Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Tuhan Ruhul Kudus ???.
Dan mreka bilang "Ketiga-tiganya “tuhan" ini bukanlah tiga, tetapi satu".
Apakah logikka pemikiran seperti itu?

Terus,,ini saya punya bberapa prtanyaan yg lumayan bagus sbagai senjata bwat umat KRISTIAN atawpun tameng(pertahanan) bagi umat ISLAM dari serangan musuh atau ktika kita Tjebak dalam perdeebatan, yaitu:
1. Apakah ada pengakuan yesus dlam kitab injil bahwa dia(Yesus) bragama Kristen?
2. Apkah ada ucapan Yesus dlm kitab injil "Akulah Tuhanmu mka sembahlah Aku",?
3. Apakah ada Pprintah Yesus ntuk bribadh hari minggu?
4. Apakah ada dlm kitab injil  bahwa Yesus 100% Tuhan dn 100% manusia?
5. Apakah ada dlm kitab injil  bahwa Tuhan itu Maha TIGA bukan Maha ESA?
6. Apakah ada dlm kitab injil  bahwa Yesus lahir pd tgl 25 desember dn printah mrayakan natal?
7. Apa bukti bahwa PAULUS lah yg kan mlanjutkan ajaran Yesus?
8. Apakah ada pernyataan dlm kitab injil bhwa Kristen adalah agama yg smpurna?
9. Mngapa sbagai Tuhan kok mninggalkan umatnya dalam ajaran yg blm smpurna?
10. Apakah ada firman Tuhan dlm ktb injil "Akulah yg mewahyukan Injil, maka Aku juga yg akan mjaganya?

Dmikialah,,, smoga AllOh SWT mneguhkan iman kita pda AgamaNya ,,,Amiiin.

DOA SUPAYA DIKUATKAN IMAN


“Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu.” (HR. Muslim 2654)

Pertanyaan Kritis Seorang Bapak kepada Dr. Zakir Naik

Pertanyaan Kritis Seorang Bapak kepada Dr. Zakir Naik


Selasa, 15 Desember 2015

Arti Tawakkal

Arti Tawakkal

Tawakal itu pada dasarnya adalah sikap seseorang untuk membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepadaNya. Tawakal ntu sendiri merupakan salah satu buah keimanan, sob.

Setiap orang yang beriman menyadari bahwa semua urusan kehidupan, segala manfaat dan madharat ada di tangan Allah. Dia akan menyerahkan segala sesuatunya kepadaNya dan akan ridha dengan segala kehendakNya. Dia tidak takut menghadapi masa depan, tidak kaget dengan segala kejuatan. Hatinya tenang dan tenteran, karena yakin akan keadilan dan rahmat Allah. Oleh sebab itu Islam menetapkan bahwa iman harus diikuti oleh sikap tawakal. Allah SWT berfirman:

وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ .

"Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". (QS. 5:23)

Islam sendiri memandang tawakkal bukan cuman sekedar sikap dimana seseorang bisa seenak hati meninggalkan sebab-sebab atau menyia-nyiakan kerja. Justru Islam mengajarkan agar hidup itu diisi dengan selalu berhati-hati, tepat di dalam memposisikan pengambilan sarana yang dapat mengantarkan pada apa yang dicari atau yang disenangi. Bahkan, tawakkal merupakan bentuk curahan kerja, upaya, dan segenap kemampuan dalam bekerja. Kemudian seiring dengan aktifitasnya dia meyakini dengan sepenuh keimanan dan sedalam kebenaran bahwa Allah SWT senantiasa bersamanya. Dia selalu mengawasi dan menolongnya.

Tawakal sendiri thu harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksimal (ikhtiar). Tidaklah dinamai tawakal kalau hanya pasrah menunggu nasib sambil berpangku tangan tanpa melakukan apa-apa. Sikap pasrah seperti itu adalah salah satu bentuk kesalahpahaman terhadap hakikat tawakal.

Syaikh Muhammad Ahmad 'Afif, dalam salah satu khuthbahnya di Masjid al-Azhar Cairo menceritakan bagaimana kesalahpahaman terjadi pada masa Imam Ahmad bin Hambal. Ada seorang yang malas bekerja dan masa bodoh. Ketika beliau bertanya mengenai sikapnya itu ia menjawab: "Saya telah membaca hadits Rasulullah SAW yang mengatakan:

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا (الترمذى)

"Jika saja kamu sekalian bertawakal kepada Allah dengan sepenuh hati niscaya Allah akan memberi rezeki untukmu sekalian, sebagaimana Dia memberinya kepada burung; burung itu pergi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang" (HR.Tirmidzi).

"Maka sebab itu saya tawakal kepada Dzat yang memberi rezeki kepada burung itu." kata Syaikh Muhammad Ahmad 'Afif.

Imam Ahmad lalu mengatakan: "Kamu belum mengerti maksud hadits tersebut. Rasulullah menyebutkan bahwa pulang perginya burung itu justru dalam rangka mencari rezeki. Jika burung itu duduk saja di sarangnya, tentulah rezekinya tidak akan datang".

Nasehat Rasulullah Muhammad SAW kepada para sahabat itu dapat dijadikan pelajaran bagi kita umat Islam. Ia adalah pelajaran tentang pasrah. Burung itu tidak tinggal diam di sarangnya tanpa bersusah payah mencari makan, tetapi sekawanan makhluk Allah SWT ini keluar di pagi hari dengan perut kosong, kemudian berusaha, mencari dan berhasil; lalu pulang di akhir siang ketika perutnya sudah dalam keadaan kenyang. Bahkan burung tidak tinggal diam begitu saja ketika ia menginginkan untuk memiliki sebuah tempat tinggal kelak ketika mereka sudah memiliki anak. Begitu juga burung itu telah mengajari anaknya ketika sudah layak untuk mandiri diajak mencari makanan di alam bebas dengan latihan terbang dan mencari makan.

Al-Qur'an memberi isyarat tentang perolehan yang didapat dengan cara berusaha dan mencarinya. Sedangkan pencarian mengharuskan kerja, usaha dan upaya, serta pencurahan segenap perjuangan. Baru kemudian di belakang semuanya itu adalah pertolongan dan pemeliharaan Allah SWT.

إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ لاَيَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِندَ اللهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ .

"Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rizki kepadamu; maka mintahlah rizki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya.Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan." (QS. 29/Maryam :17)

Dalam sebuah kitab “Ihya”-nya imam Al-Ghazali berkata:

“Terkadang orang menyangka bahwa makna tawakkal adalah meninggalkan usaha dengan badan, meninggalkan perenungan dengan hati, dan membiarkan hidup ini jatuh ke bumi seperti potongan kain lusuh yang terbuang, atau seperti sepotong daging yang diletakkan di landasan pemotongan. Ini adalah anggapan orang bodoh. Bahkan Islam mengharamkan sikap hidup demikian. Islam amat memuji orang-orang yang mampu bersikap pasrah dengan benar. Bagaimana mungkin seseorang mendapat maqam agama yang mulia dengan melakukan sesuatu yang dikhawatirkan agama? Jika kamu menunggu supaya Allah SWT menjadikan kamu kenyang tanpa roti, atau menciptakan roti supaya bergerak ke arahmu, atau menundukkan dua malaikat supaya mengunyahkan makanan di mulutmu lalu dimasukkan ke dalam rongga perutmu, maka kamu benar-benar buta terhadap sunnah Allah SWT. Demikian juga jika kamu bercocok tanam, namun mengharap pohon bisa tumbuh dengan tanpa biji-bijian,… maka hal itu adalah gila.”


Pada suatu kesempatan Umar bin Khaththab pernah berkata:

“Janganlah kalian duduk-duduk tanpa berusaha mencari rezeki. Sungguh telah diketahui bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.”

Rasulullah SAW dan generasi awal kaum Muslimin telah memberikan contoh bagaimana seharusnya memahami tawakal. Mereka adalah orang-orang yang sanggup untuk bekerja keras dalam berbagai lapangan kehidupan; perdagangan; pertanian; perindustrian; keilmuan dan lain sebagainya. Rasulullah SAW mendorong ummatnya bekerja keras. Beliau senantiasa berdoa agar dijauhkan dari sifat lemah dan malas.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ (الترمذى)

Islam memerintahkan kepada ummatnya untuk mengikuti sunnatullah tentang hukum sebab akibat. Usaha harus dilakukan. Betapa Allah SWT memerintahkan kepada ummat Islam untuk senantiasa berusaha keras, yang nantinya pertolongan Allah akan datang.

Al-Qur'an yang mulia banyak memberi pelajaran kepada manusia tentang nilai usaha dan kerja. Seperti firman Allah SWT yang terdapat di dalam S 9 /At-Taubah: 105.

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
Dan katakanlah:"Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat perkerjaanmu itu

Dilain ayat Allah SWT berfirman

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ . وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ .

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (QS. 99:7). Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. 99:8)

Sifat kelembutan Nabi Muhammad SAW

Sikap kelembutan adalah merupakan akhlak yang dapat menjadi media mendekatkan diri kepada Islam. Sebagaimana yang dijelaskan dalam dalil Firman Allah swt. berikut ini :


Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Al-Ayat)



Kisah cerita sifat kelembutan Nabi Muhammad SAW.

  Ketika itu Nabi Muhammad Rasulullah saw. sedang duduk bersama sahabat-sahabatnya, seorang bernama Zaid bin Sa’nah adalah seorang pendeta Yahudi yang menerobos masuk barisan, kemudian dia menarik dengan keras baju yang dipakai Nabi Muhammad saw sembari mengeluarkan kata-kata kasar sebagai berikut : bayar hutangmu, hai Muhammad, sesungguhnya keturunan Bani Hasyim adalah orang yang senantiasa mengulur pembayaran hutang.

  Mendengar demikian, Khalifah Umar bin Khattab berdiri sembari menghunus pedangnya dan berkata : Wahai Nabi Rasulullah, izinkan aku menebas batang lehernya.

 Nabi Rasulullah Muhammad saw. kemudian berkata : bukan berperilaku kasar seperti itu aku menyerumu. Aku dan Yahudi ini memerlukan perilaku lembut. Suruhlah kepadanya untuk menagih hutang dengan cara sopan dan anjurkan kepadaku untuk membayar hutang dengan cara yang baik.

  Dengan tiba-tiba berkatalah Zaid bin Sa’nah pendeta Yahudi itu sebagai berikut : Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak (benar), aku datang menemuimu tidak untuk menagih hutang. Aku datang dengan sengaja adalah untuk menguji akhlakmu. Aku sudah membaca sifat-sifatmu dalam kitab Taurat. Dan semua sifat itu telah terbukti ada dalam dirimu, namun ada satu yang belum aku coba, yaitu sikap lembut dikala marah. Dan aku baru saja membuktikannya sekarang. Untuk itu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah , dan sesungguhnya Kamu wahai Muhammad adalah utusan Allah. Adapun hutang yang ada pada dirimu, aku sedekahkan untuk orang-orang muslim yang miskin.

Senin, 07 Desember 2015

TERLELAP KU MERENUNG

Sungguh indah ciptaanMU ya Allah
ENGKAU menciptakan kami akal, tetapi sejujurnya hmba masih tak menjumpai cara berfikir yg hrusnya bgaimana.
Mungkin hmba yg tlalu brfikir scara israf seakan gajah di hadapan mata hmba tidaklah mampu trlihat. Mungkin ap yg hmba cari sebnarnya da di hdapan hmba, hnya hamba sja yg msih tidak trsadarkan. 


Hmmh,, mungkin. Perkataan itu yg seharusnya hmba hindari. Astaghfirullah...

KELUARGA SAMAWA

َمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya : “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”
[Ar-Rum 21].

Sabtu, 05 Desember 2015

Kedudukan Makhluk مقام المخلوق

مقام المخلوق

أما هو صلى الله عليه وسلم فإننا نعتقد أنه صلى الله عليه وسلم بشر يجوز عليه ما يجوز على غيره من البشر من حصول الأعراض والأمراض التي لا توجب النقص والتنفير كما قال صاحب العقيدة :
وجائز في حقهم من عرض   ::   بغير نقص كخفيف المرض
وأنه صلى الله عليه وسلم عبد لا يملك لنفسه ضراً ولا نفعاً ولا موتاً ولا حياة ولا نشوراً إلا ما شاء الله ، قال تعالى : } قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ { الأعراف : 188.
Kedudukan Makhluk  
Berkenaan dengan Nabi Muahmmad shallallahu ‘alaihi wasallam, kita meyakininya sebagimana manusia biasa. Oleh kerana itu, bisa saja beliau terkena apapun yang biasa terkena manusia lainnya, seperti sifat-sifat kemanusiaan dan berbagi penyakit, yang tidak mengurangi kredibilitasnya sebagai Nabi dan tidak mengubahnya.
Benar apa yang dikatakan seorang Ahli Aqidah itu :
“Boleh saja mereka – para Nabi – terkena sifat yang lazim menimpah manusia biasa yang tidak mengurangi (kredibilitas) nya, seperti sakit yang ringan”.
Menurut keyakinan yang benar, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang hamba Allah subhana wata’ala yang tidak mempunyai kekuasaan – bagi dirinya – untuk menimpahkan Madharat, memberi manfaat, mematikan, menghidupkan; juga tidak membangkitkan kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah subhana wata’ala. Dalam kaitannya dengan problematika ini, Allah subhana wata’ala berfirman :
Katakanlah, hai Muhammad, aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) kuasa menolak kemadharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan jika aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpakemadharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman“. (Q.S. Al A’raaf [7] : 188)

Star Wars Fullmovie Online Streaming - Video Dailymotion


Star Wars Fullmovie Online Streaming in Video Dailymotion

< THANK FOR WATCH >

PROYEKSI MENCAPAI TITIK KORDINAT KEHIDUPAN


Ada Smacam Hasil Tak Sesuai Lagkah Tujuan Qita
Hasil gambar untuk ARSITEK
Stiap mnusia adlh arsitek khidupannya sndiri. Dia bangun sndiri tentg apa yg dikehndakinya, namun kdang kala dia sadar akan apa yg tlah dibina atw dbangunnya tidaklah mnyenangkan,lalu ia mncari si pekerja atw sswtu ntuk dituduh sbagai titik tolak dari proyek pmbangunannya.

Jumat, 04 Desember 2015


بسم الله الرحمن الرحيم
Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah Tuhan duli sekalian alam.Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada utusan termulia, Junjungan kita Nabi Muhammad, juga kepada kerabatnya dan para shahabatnya keseluruhan.
Adapun setelah itu: Maka ini adalah nafahat (beberapa anugerah Allah ta’ala) yang ringkas tentang manhajMetode dakwah Islam dan hakekat teladan yang baik dalam jalan dakwah tersebut. Semoga Allah ta’ala menjadikannya bermanfaat bagi kita dan menjadikannya ikhlas (murni) hanya karena Allah Yang Maha Mulia. Amin.

KAROMAH ABUYA SAYYID MUHAMMAD


Dikisahkan ada seorang pembesar yang sangat berpengaruh dikerajaan Saudi, yang memerintahkan tukang sihir/santet, untuk membunuh Abuya Sayyid Muhammad dengan cara menyihirnya dari jarak jauh. Penyihir tersebut diiming-imingi oleh harta kekayaan yang banyak jika berhasil melakukannya.
Ketika sang penyihir tersebut hendak melakukan ritualnya untuk menyerang Abuya Sayyid Muhammad tanpa disadari rasa kantuk yang amat sangat menghampirinya, hingga dia tertidur pulas sebelum ritualnya terlaksana. Didalam tidurnya penyihir tersebut bermimpi ditemui oleh seseorang yang bertubuh besar sambil membawa pedang, seolah-olah ia akan membunuh penyihir tersebut, sambil berkata “ Hai, kamu ya yang mau membunuh Sayyid Muhammad, kamu ya yang mau membunuh anakku? Jangan lakukan hal itu, hentikanlah, jika tidak kamu akan saya bunuh sendiri”.
Dengan rasa gemetar dan ketakutan penyihir tersebut terbangun dari tidurnya, dan keesokan harinya ia mendatangi rumah Abuya Sayyid Muhammad dan segera meminta maaf, serta menceritakah mimpinya tadi malam, dan memberitahukan bahwa ia disuruh oleh seseorang yang bernama Fulan bin Fulan.
Abuya Sayyid Muhammad mendengar cerita dan pengakuan penyihir tersebut hanya tersenyum dan mendoakan kepada penyihir serta orang yang menyuruh membunuh tersebut agar mendapat hidayah dari Alloh. Dan tanpa menaruh rasa dendam sama sekali kedanya.